Rabu, 09 Maret 2011

Budaya Merokok yang Semakin Mewabah

Pengertian Rokok:
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lainnya.
Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas yang dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam kantong. Sejak beberapa tahun terakhir, bungkusan-bungkusan tersebut juga umumnya disertai pesan kesehatan yang memperingatkan perokok akan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari merokok, misalnya kangker paru-paru atau serangan jantung (walapun pada kenyataanya itu hanya tinggal hiasan, jarang sekali dipatuhi).
Manusia di dunia yang merokok untuk pertama kalinya adalah suku bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad 16, Ketika bangsa Eropa menemukan benua Amerika, sebagian dari para penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke Eropa. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata. Abad 17 para pedagang Spanyol masuk ke Turki dan saat itu kebiasaan merokok mulai masuk negara-negara Islam.
Telah banyak riset yang membuktikan bahwa rokok sangat menyebabkan ketergantungan, disamping menyebabkan banyak tipe kengker, penyakit jantung, penyakit pernapasan, penyakit pencernaan, efek buruk bagi kelahiran, dan emfisma.

Isi :
Dewasa ini merokok disebut sebagai “Tobacco Depedency” atau ketergantungan pada tembakau. Ketergantungan pada tembakau atau tobacco dependencedidefinisikan sebagai perilaku penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih dari ½ bungkus rokok per hari, dengan tambahan adanya distres yang disebabkan oleh kebutuhan akan tembakau secara berulang-ulang.
Seorang konsultan WHO dan Australia, Dr. Matthew Allen, pada bulan April 2001 menyatakan bahwa tingginya tingkat rokok dan penerimaan terhadap rokok pasif merupakan hambatan utama dan pertama bagi penanggulangan masalah rokok di Indonesia. Allen menyatakan terdapat 7 (tujuh) hambatan bagi penanggulangan masalah rokok diIndonesia, yaitu;
1. Tidak adanya pengetahuan di kalangan perokok tentang resiko merokok
2. Tidak cukupnya pengetahuan badan-badan pemerintah dan LSM, yaitu pengendalian rokok bagi kesehatan dan perekonomian, serta taktik-taktik menyesatkan yang dipakai oleh industri rokok
3. Tidak adanya komitmen oleh para politisi dan departemen pemerintah
4. Adanya kerancuan wewenang Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) dan Departemen Kesehatan dan Departemen Kesejahteraan Sosial
5. Kuatnya sektor industri rokok
6. Desentralisasi dan tidak adanya kerangka kerja di daerah untuk mengimplementasikan perangkat pengendalian rokok
7. Tak ada dana untuk membuat kampanye tandingan dan program pengendalian lainnya. (Kompas, 2001)
Melihat perkembangan kebiasaan merokok Indonesia yang semakin lama semakin parah, nampaknya harapan untuk menanggulangi masalah ini semakin tipis, namun sebenarnya hal tersebut bukan tidak mungkin dilakukan karena beberapa negara telah menerapkan aturan cukup keras baik bagi para perokok maupun industri rokok. Singapura menerapkan ruang publik sebagai kawasan bebas rokok, mesin penjual rokok dinyatakan ilegal dan melarang perusahaan rokok menjadi sponsor even publik (dalam Ardiningtiyas, 2006)
Negara-negara Unieropa mencanangkan kampanye anti rokok dengan slogan; “Feel Free to Say No!” yang diluncurkan bertepatan dengan momen piala dunia 2002 serta didukung sejumlah pemain bola terkenal seperti Luis Figo, Zinadine Zidane, Paolo Maldini,dll. Sementara dalam peringatan Hari Tanpa Tembakau sedunia (31 Mei 2002), Meksiko mengumumkan akan melarang semua iklan rokok dari radio dan televisi mulai 2003. Secara perlahan-lahan penjualan rokok di toko-toko obat akan dikurangi dan peringatan bahwa bahaya rokok akan diwajibkan untuk dipasang di depan, bukan di belakang seperti sekarang. (Kompas, 2002)
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2001 (Johnson, 2005) menyebutkan bahwa:
1. 27 % penduduk berusia di atas 10 tahun menyatakan merokok dalam satu bulan terakhir.
2. 54, 5 % penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya 1,2 % perempuan yang merokok.
3. Terdapat peningkatan sebesar 4 % penduduk, umur diatas 10 tahun yang merokok dalam kurun waktu 6 tahun.
4. 92, 0 % dari perokok menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah, ketika bersama anggota keluarga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota keluarga lainnya merupakan perokok pasif.
5. 68, 5 % penduduk mulai merokok pada usia 20 tahun meningkat 8 % dari Susenas 1995 yaitu 60, 0 %.
6. Peningkatan usia muda yang merokok, kelompok umur 25-29 tahun (75 %) dan kelompok umur 20-24 tahun (84, 0 %).
Menurut Nawawi (2005) merokok merupakan hak asasi manusia, namun merokok merugikan kesehatan tidak hanya bagi perokok sendiri tapi juga bagi orang lain di sekitarnya (perokok pasif). Padahal mereka yang bukan perokok mempunyai hak untuk menghirup udara bersih bebas asap rokok. Perokok pasif adalah orang yang menghisap asap rokok orang lain. Perokok pasif mempunyai resiko kesehatan yang sama seperti resiko perokok aktif. Ibu hamil yang terpapar asap rokok beresiko keguguran, lahir mati, bayi dengan berat badan lahir rendah, kurang gizi, gangguan pertumbuhan bayi, bayi lahir prematur. Sedangkan bayi dan anak yang terpapar asap rokok beresiko perkembangan parunya lambat, infeksi saluran napas, infeksi telinga, kekambuhan asma, bayi mati mendadak.
Sesuai uraian yang dikemukakan di atas maka dapat diketahui bahwa masalah merokok telah menjadi semakin serius, karena merokok dapat mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit yang dapat terjadi pada perokok itu sendiri maupun orang lain di sekitarnya yang tidak merokok (perokok pasif). Rokok secara luas telah menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Dalam hal, pemahaman terhadap kondisi atau keadaan orang lain sangat dibutuhkan oleh perokok, terutama pada saat mereka berada di tempat umum.
Smet (1994) mengatakan berkenaan dengan norma-norma sosial, kebiasaan merokok itu terjadi karena pengaruh lingkungan sosial, teman-teman, kawan-kawan sebaya, orang tua, saudara-saudara kandung, media. Semakin hari semakin gencar rokok dipublikasikan diberbagai media cetak dan elektronik, semakin hari pula, banyak remaja yang merokok dan kecanduan.
Tahapan seseorang menjadi perokok tetap (Laventhal & Cleary;1980, Flay;1993);
1. Persiapan; sebelum seseorang mencoba rokok, melibatkan perkembangan perilaku dan intensi tentang merokok dan bayangan tentang seperti apa rokok itu.
2. Inisiasi (initiation); reaksi tubuh saat seseorang mencoba rokok pertama kali berupa batuk, berkeringat. (Sayangnya hal ini sebagian besar diabaikan dan semakin mendorong perilaku adaptasi terhadap rokok)
3. Menjadi perokok; melibatkan suatu proses ‘concept formation’ , seseorang belajar kapan dan bagaimana merokok dan memasukkan aturan-aturan perokok ke dalam konsep dirinya
4. Perokok tetap; terjadi saat faktor psikologi dan mekanisme biologis bergabung yang semakin mendorong perilaku merokok.
Faktor Psikologis;
1. Kebiasaan (terlepas dari motif positif atau negatif)
2. Untuk menghasilkan reaksi emosi positif (kenikmatan, dsb)

3. Untuk mengurangi reaksi emosi negatif (cemas, tegang, dsb)

4. Alasan sosial (penerimaan kelompok)

5. Ketergantungan (memenuhi keinginan/ kebutuhan dari dalam diri) (Oskamp & Schultz, 1998. dalam Ardiningtiyas, 2006)
Proses Biologis
Nikotin diterima reseptor asetilkotin-nikotinik yang kemudian membagi ke jalur imbalan dan jalur adrenergenik. Pada jalur imbalan, perokok akan merasakan nikmat, memacu sistem dopaminergik. Hasilnya perokok akan merasa lebih tenang, daya pikir serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar. Di jalur adrenergik, zat ini akan mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian otak lokus seruleus yang mengeluarkan sorotin. Meningkatnya sorotin menimbulkan rangsangan rasa senang sekaligus keinginan mencari rokok lagi. Hal inilah yang menyebabkan perokok sangat sulit meninggalkan rokok, karena sudah ketergantungan pada nikotin. Ketika ia berhenti merokok rasa nikmat yang diperolehnya akan berkurang. (Mu’tadin, 2002)
Aspek-aspek kecanduan merokok menurut Sani (2005) adalah sebagai berikut:
1. Ketagihan secara fisik atau kimia, yaitu ketagihan terhadap nikotin (nicotine addiction)
2. Automatic Habit, berupa kebiasaan dalam merokok (ritual habit) seperti membuka bungkus rokok, menyalakannya, menghirup dalam-dalam, merokok sehabis makan dan merokok sambil minum kopi dan lain-lain
3. Ketergantungan psikologis/ emosional, dimana kebiasaan merokok dipakai dalam mengatasi hal-hal yang bersifat negatif, misalnya rasa gelisah, kalut ataupun frustasi
Mu’tadin (2002) yang membagi perokok menjadi 3 yaitu Perokok berat merokok sekitar 21-30 batang sehari dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6-30 menit. Perokok sedang menghabiskan rokok 11-21 batang dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi. Perokok ringan menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi.
Selanjutnya, menurut Tomkins (dalam Mu’tadin, 2002) tempat merokok juga dapat mencerminkan pola perilaku merokok. Berdasarkan tempat-tempat dimana seseorang menghisap rokok, maka dapat digolongkan atas :
1. Merokok di tempat-tempat umum/ ruang publik:
a. Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di smoking area.
b. Kelompok yang heterogen (merokok ditengah orang-orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dll). Mereka yang berani merokok ditempat tersebut, tergolong sebagai orang yang tidak berperasaan, kurang etis dan tidak mempunyai tata krama. Bertindak kurang terpuji dan kurang sopan, dan secara tersamar mereka tega menyebar “racun” kepada orang lain yang tidak bersalah.
2. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi:
1. Di kantor atau di kamar tidur pribadi. Mereka yang memilih tempat-tempat seperti ini sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh dengan rasa gelisah yang mencekam.
2. Di toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi.
Dari berbagai hal yang telah dijabarkan di atas di harapkan bagi perokok aktif dapat meningkatkan kepekaan terhadap orang lain di sekitarnya, serta dapat menentukan sikap apakah kebiasaan merokok hal yang baik atau buruk untuk tetap dipertahankan. Saya tidak mengatakan mudah untuk menghilangkan sesuatu yang sudah menjadi suatu kebiasaan, namun semua orang pasti mampu untuk berubah jadi lebih baik jika ia benar-benar memiliki kemauan untuk terus berusaha.

Merokok Sebuah Ironi
Saat ini, merokok seakan telah menjadi sebuah budaya bangsa ini. Bagaimana tidak, saat ini rokok sudah menjadi milik semua kalangan, baik orang tua maupun anak-anak, baik pria maupun wanita, baik orang kaya maupun orang miskin, baik bos maupun kuli…
Indonesia adalah negara penyumbang asap rokok terbesar di Asia Tenggara. Ini bukanlah sesuatu hal yang main-main. Ini adalah suatu hal yang perlu kita sikapi secara serius. Pada tulisan saya saat ini, saya akan memberikan pandangan saya mengenai budaya merokok, yang menurut saya, adalah sebuah ironi yang sangat menyedihkan.
Racun yang menjadi “kebutuhan pokok”
Tidak dapat disangkal lagi, rokok adalah racun. Sekecil apapun kadar nikotin yang terkandung di dalam sebatang rokok, itu tetaplah racun yang merusak tubuh penghisapnya. Ironisnya, sekarang tidak sedikit orang yang menjadikan racun tersebut sebagai “kebutuhan pokok” mereka. Dulu, kita mengenal kebutuhan pokok manusia adalah sandang, pangan, dan papan. Sekarang, para perokok menambahkan daftar kebutuhan pokok mereka dengan sesuatu yang seharusnya bukanlah kebutuhan pokok, sesuatu yang pada hakikatnya adalah racun, yaitu rokok!
Merusak di saat yang lain bersusah payah mengobati
Karena rokok pada hakikatnya adalah racun, maka pastilah rokok akan merusak tubuh manusia, cepat atau lambat. Dengan merokok, mereka sedang menumpuk racun di dalam tubuh mereka yang akan merusak tubuh mereka. Sungguh ironis, mereka merusak paru-paru mereka di saat banyak orang yang berjuang mengobati paru-parunya. Mereka merusak jantung mereka di saat banyak orang yang rela menggunakan alat pacu jantung untuk menopang kehidupannya. Merusak memang jauh lebih mudah daripada mengobati. Pada saatnya nanti, para perokok akan mengerti betapa sulitnya pengobatan itu, dan betapa mahalnya harga kesehatan yang telah mereka sia-siakan.
Seorang merdeka yang terkekang
Indonesia telah merdeka sejak 17 Agustus 1945. Bangsa Indonesia telah merasakan betapa tidak enaknya penjajahan itu. Indonesia memang telah merdeka, tapi apakah kita telah merdeka? Orang-orang yang masih merokok adalah orang-orang yang belum merdeka. Buktinya, mereka masih terkekang/terjajah oleh rokok. Mengapa saya katakan mereka terkekang? Itu karena mereka tidak dapat menghentikannya. Mereka telah kecanduan, addicted, yang merupakan bahasa halus dari terkekang/terjajah. Mereka tentu tahu rokok itu merugikan, tapi mereka tidak dapat lepas daripadanya. Mereka masih terjajah di saat bangsanya telah merdeka. Sungguh ironis.
Membayar biaya untuk merusak tubuh
Ini adalah sesuatu yang saya tidak habis pikir. Kalau bos-bos besar menghamburkan uangnya untuk membeli rokok mungkin masih bisa dimaklumi. Mereka kan orang kaya… Tapi kalau supir angkot? Supir bajaj? Kuli bangunan? Orang-orang yang tidak hidup berkecukupan? Bagaimana mungkin ada di antara mereka yang menghamburkan uangnya untuk kesenangan sesaat yang merusakkan tubuh mereka dan berakibat fatal di kemudian hari. Di saat mereka berjuang mencari sesuap nasi, batangan racun tetap saja ada di mulut mereka. Cobalah bayangkan, mereka harus mengeluarkan biaya untuk merusak tubuh mereka, dan nantinya mereka harus mengeluarkan biaya yang lebih besar lagi untuk mengobatinya. Sungguh konyol dan ironis…
Dosa yang tidak disadari
Apakah merokok itu berdosa? Kan di dalam kitab suci tidak ada yang mengatakan, “Dilarang merokok!”. Itulah pembenaran yang seringkali diberikan oleh para perokok. Tetapi sungguhkah merokok itu tidak berdosa? Cobalah renungkan, tubuh kita adalah pemberian Tuhan yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Kita harus menjaga kekudusan tubuh kita. Dengan merokok, kita merusak tubuh yang telah Tuhan berikan kepada kita. Itu adalah sebuah perbuatan yang tidak bertanggung jawab. Tidak sedikit mereka yang berdoa untuk kesehatan tetapi malah membuang kesehatan itu dengan merokok. Dan tidak sedikit pula dari mereka yang tidak menyadari bahwa dengan merokok, mereka telah berdosa. Ironis…
Menebar racun pada orang yang disayangi
Tidak jarang saya melihat seorang yang merokok di depan pasangannya, di depan suami/istrinya, di depan anaknya, di depan teman-teman dan sahabat-sahabatnya. Entah mereka memang tidak tahu, atau mereka tidak dapat menahan diri mereka, atau mereka tidak menghargai orang-orang di sekitarnya, apa yang sedang mereka lakukan adalah membunuh orang-orang di sekitar mereka secara perlahan-lahan. Tidak sedikit kasus perokok pasif yang harus menjadi korban pembunuhan para perokok. Suka ataupun tidak suka, jika Anda masih suka merokok di tempat umum, Anda adalah seorang pembunuh.
Merusak lingkungan yang mereka butuhkan
Setiap orang pasti memerlukan lingkungan yang sehat, setidaknya untuk oksigen yang harus mereka hirup untuk bertahan hidup. Sudah banyak orang yang mengatakan peduli pada lingkungan dan mencoba melestarikannya dengan menanam pohon, dsb. Tapi ironisnya, tidak sedikit pula dari mereka yang mengatakan peduli pada lingkungan, yang merusaknya dengan asap rokok yang mereka buang ke udara.
Memberi sumbangan pada perusahaan terkaya
Tahukah Anda kalau tiga dari sepuluh perusahaan terkaya di Indonesia adalah perusahaan rokok? Mereka sudah sedemikian kaya, tapi mereka akan menjadi lebih kaya lagi berkat para perokok yang tidak dapat meninggalkan rokoknya. Tidak peduli kaya atau miskin, mereka tetap menagih “pajak” kepada para perokok dengan “bungkusan rokok”.
Dibenci banyak orang, tetapi harus dikasihani
Menurut saya, seorang perokok patut dikasihani. Mengapa? Saya rasa, ironi-ironi di atas sudah cukup menjelaskan mengapa seorang perokok patut dikasihani. Jadi, apa yang bisa kita lakukan? Apakah kita harus membenci mereka karena merugikan kita? Tidak! Yang harus kita benci bukanlah orangnya, tapi kebiasaan merokoknya. Terakhir, pesan saya untuk para perokok: “Merokok adalah sebuah pilihan. Anda bisa memilih untuk meneruskan merokok, Anda juga bisa memilih untuk berhenti merokok. Di mana ada kemauan, di sana ada jalan. Jika Anda ada kemauan untuk berhenti merokok dan mau berjuang untuk itu, Anda pasti berhasil. Tetapi, jika Anda memutuskan untuk meneruskan merokok, hargailah sekitar Anda, dan bersiap-siaplah menanggung akibatnya.”

Merokok Dalam Kalangan Remaja

Gejala merokok kian meningkat kini walaupun pelbagai kempen dijalankan untuk mengurangkan perokok. Banyak remaja, lelaki mahupun perempuan yang terjebak dalam tabiat buruk ini. Tabiat merokok bukan sahaja membazirkan wang malah membawa pelbagai penyakit yang boleh membawa maut seperti kanser paru-paru. Menurut Menteri Kesihatan, Dato’ Dr. Chua Soi Lek, peningkatan merokok dalam kalangan remaja kian meningkat mengikut statistik pada tahun 2006.
Kempen antimerokok yang sedang dijalankan oleh kerajaan baru-baru ini sememangnya satu langkah yang baik. Kerajaan patut dipuji kerana berusaha untuk membanteras tabiat merokok. Kempen ini memberi penumpuan kepada rupa paras negatif orang yang merokok untuk menakutkan remaja yang terjebak dalam tabiat ini. Kempen ini juga menunjukkan keadaan paru-paru orang yang merokok. Paru-paru tersebut hitam, kering, dan sungguh menakutkan.
Kempen antimerokok ini disebarkan secara meluas dalam pelbagai media. Televisyen, surat khabar, dan juga radio kini dipenuhi dengan iklan-iklan antimerokok. Para remaja yang majoritinya menonton televisyen serta mendengar radio diberi kesedaran mengenai tabiat merokok dan kesan-kesan melalui iklan-iklan ini. Melalui pengiklanan golongan sasaran kempen ini, iaitu perokok seharusnya dapat dicapai dan kadar perokok dapat dikurangkan.
Kempen antimerokok yang dilancarkan oleh kerajaan kira-kira setahun yang lalu di seluruh negara berlandaskan slogan “Tak Nak!” Slogan ini sangat sesuai untuk membuang tabiat buruk merokok dan mengatakan “tak nak kepada rokok.” Kesan-kesan buruk tabiat merokok yang dipaparkan dapat menanam rasa takut dalam jiwa perokok. Pihak kerajaan berharap kempen-kempen ini dapat menyedarkan perokok untuk berhenti merokok dan mengamalkan gaya hidup sihat.
Kempen antimerokok ini merupakan antara langkah kerajaan yang amat dipuji. Harapan kerajaan melalui kempen ini adalah untuk menyedarkan perokok dan mengurangkan jumlah perokok khususnya remaja.

Alasan Mengapa Seseorang Memilih Rokok
Tekanan sosial, baik benar mahupun hanya merupakan hayalan, boleh mempengaruhi seseorang remaja supaya mula merokok. Tekanan-tekanan ini boleh berasal daripada remaja yang lain, orang dewasa, dan pengiklanan, antara lain. Sesetengah remaja mula merokok supaya dapat diterima oleh kawan dan rakan sebayanya yang merokok. Kajian telah menunjukkan bahawa remaja yang mempunyai kawan-kawan yang merokok adalah lebih mungkin merokok berbanding dengan yang sebaliknya. Tambahan pula, sesetengah remaja mempercayai bahawa merokok memberikan mereka sesuatu "imej" pada mata kawan-kawan mereka atau menyebabkan mereka kelihatan berdikari. Jika seseorang remaja berkenal dan menghormati orang-orang dewasa yang merupakan perokok, remaja itu mungkin akan mengaitkan merokok dengan sifat dewasa. Dalam kes sedemikian, remaja itu akan salah menganggap bahawa merokok akan menyebabkan mereka kelihatan lebih matang atau lebih canggih. Iklan juga boleh mempengaruhi sesetengah orang supaya mula merokok. Iklan-iklan dalam majalah, papan iklan, dan acara sukan seringnya membayangkan bahawa penggunaan sesuatu jenama rokok akan menjadikan orang itu lebih seronok, lebih menarik dan lebih bersifat perseorangan. Iklan-iklan itu mempergunakan model-model untuk mencipta imej yang mungkin akan ditiru oleh orang lain. Selain itu, iklan-iklan rokok tanpa asap seringnya mencuba meyakinkan orang ramai bahawa keluaran mereka tidak berbahaya. Kebanyakan orang yang terus merokok mengalami kebergantungan kepadanya secara fizikal dan psikologi. Mereka biasanya menghadapi gejala-gejala seperti berasa tegang, mengantuk dan mengalami sakit kepala apabila tidak merokok. Orang-orang yang tersebut itu mungkin juga merokok untuk membuat diri berasa santai apabila berasa tegang. Yang lain mempercayai bahawa merokok boleh menyebabkan mereka lebih peka dan pintar apabila berasa letih. Merokok boleh menjadi tabiat. Seseorang perokok akan merokok secara automatik pada waktu-waktu yang tertentu, misalnya semasa menelefon, berjalan-jalan atau bersembang dengan kawan-kawan, manakala ada juga yang suka menyibukkan tangan mereka. Mereka suka akan proses mengeluarkan, menyalakan serta memegang rokok. Sesetengah orang pula berkata bahawa mereka merokok supaya dapat mengelakkan kegemukan. Bagaimanapun, kajian-kajian telah menunjukkan bahawa kebanyakan orang yang berhenti merokok tidak menjadi gemuk. Mereka yang menjadi gemuk menjadi sedemikian kerana mereka makan lebih banyak selepas berhenti merokok. Mereka mungkin berbuat demikian kerana perbuatan memakan dapat mengalihkan perhatian mereka daripada merokok.

Kesimpulan :
semua pihak berkenaan perlulah bekerjasama untuk menghapuskan tabiat yang membunuh ini. Dengan usaha kerajaan yang berterusan dan intensif ditambah dengan kerjasama masyarakat diharapkan semakin perduli akan kesehatan masing-masing. Dan ingat rokok bukan lah alat untuk menyelesaikan masalah. Akan tetapi menimbulkan amsalah baru seperti penyakit yang ditimbulkan akibat rokok tersebut


Sumber:





Tidak ada komentar:

Posting Komentar